
INI KABAR, Tangerang – Jumat, 29 Agustus 2025, menjadi hari yang tak terlupakan bagi NF (17), siswi kelas XII SMAN 14 Kabupaten Tangerang. Ia mengaku dipaksa menjalani tes kehamilan menggunakan test pack oleh sejumlah guru di sekolah.
Menurut keterangan pihak sekolah, langkah itu dilakukan karena adanya perbedaan pertumbuhan fisik NF dibanding teman sebayanya. Wakil Kepala Sekolah bidang Humas, Iwan Setiawan, menyebut keputusan tersebut diambil bersama Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Yusriah Darojat, serta dua guru lainnya, Iwan Gunawan dan Tiara Nurmadani.
“Kami hanya berusaha memastikan kondisi kesehatan anak didik kami. Tidak ada niat buruk, semua demi kebaikan NF,” ujar Iwan.
Namun, ia mengakui tidak ada aturan tertulis yang menjadi dasar kebijakan tersebut. “Kami khilaf, tapi niatnya untuk menjaga nama baik sekolah,” tambahnya.
Dampak PsikologisNF menolak ketika diminta menjalani tes tersebut, namun keberatannya tidak diindahkan. Sejak kejadian itu, ia tercatat tidak lagi hadir di sekolah. Dalam absensi, alasan yang tertulis adalah sakit. Namun menurut beberapa teman dekatnya, kondisi NF lebih banyak berkaitan dengan tekanan psikologis.Psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia, Ratri Anindita, menilai tindakan memaksa siswi melakukan tes kehamilan tanpa persetujuannya termasuk bentuk kekerasan terhadap anak.
“Ini pelanggaran hak tubuh sekaligus kekerasan psikologis. Dampaknya bisa berat, mulai dari trauma, rasa hina, isolasi sosial, hingga risiko gangguan stres pascatrauma (PTSD),” jelasnya.
Ratri menambahkan, sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman justru berpotensi menimbulkan luka mendalam. “Anak bisa kehilangan motivasi belajar dan merasa tidak berharga,” ujarnya.
Tinjauan HukumAhli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Bambang Sutrisno, menegaskan bahwa tindakan tersebut dapat dijerat pidana. Ia merujuk pada sejumlah aturan:
Pasal 335 KUHP: pemaksaan secara melawan hukum, dengan ancaman 1 tahun 4 bulan penjara.UU Perlindungan Anak (UU 35/2014): Pasal 76C dan Pasal 80, dengan ancaman 3–15 tahun penjara.UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS, UU 12/2022): kategori kekerasan seksual non-fisik, dengan ancaman 3–9 tahun penjara dan denda hingga Rp200 juta.
“Guru tidak memiliki otoritas memaksa siswi melakukan tes kehamilan. Itu melanggar privasi dan martabat anak. Jika dibawa ke ranah hukum, para pelaku bisa terancam hukuman berat,” kata Bambang.
Kondisi Terkini NFBerdasarkan informasi dari teman-teman dekatnya, NF kini lebih banyak mengurung diri di rumah. Ia jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dan cenderung menarik diri. Psikolog menduga ia mengalami trauma sosial dan berpotensi mengembangkan depresi remaja.Jika tidak segera mendapatkan pendampingan, kondisi tersebut dikhawatirkan akan berdampak lebih serius terhadap kesehatan mental NF.
Penutup Kasus ini menyoroti persoalan serius dalam dunia pendidikan: ruang kelas yang semestinya menjadi tempat aman justru dapat berubah menjadi sumber tekanan. Tindakan moralitas yang dipaksakan tanpa prosedur jelas berpotensi mengabaikan hak-hak anak dan melahirkan luka psikologis mendalam.Kasus NF mungkin hanya satu dari sekian banyak pengalaman yang tidak terungkap, namun cukup menjadi pengingat pentingnya perlindungan hak anak di lingkungan sekolah.